Jumat, 27 Mei 2011

Etika Sosial

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Sebelum melangkah lebih jauh untuk membicarakan topik-topik yang lebih langsung terkait dengan etika sosial, perlu terlebih dahulu dipaparkan beberapa pengertian umum dan dasar tentang teori-teori etika sebagai latar belakang pembicaraan mengenai etika sosial.  Ini terutama dilakukan sebagai semacam perkenalan umum tentang etika dan karena itu tidak semua materi etika dibahas disini.  Beberapa pengertian umum tentang teori etika ini juga diperlukan untuk mencegah berbagai kerancuan yang tidak perlu. 
Untuk itu dalam bab ini pertamatama disinggung secara sekilas beberapa pengertian dasar tentang etika atau sopan santun, nilai dan norma yang semuanya akan sangat berguna untuk memahami makna etika sosial. 
Adapun tujuan kami membuat makalah ini adalah untuk membuat kita lebih sensitif dan mementingkan isu-isu etika sebelum kita menghadapi isu-isu tersebut.

1.2  Pengertian Etika
Perkataan etika atau lazim juga disebut etik, berasal dari kata Yunani ETHOS yang berarti norma-norma, nilai-nilai, kaidah-kaidah dan ukuran-ukuran bagi tingkah laku manusia yang baik, seperti yang dirumuskan oleh beberapa ahli berikut ini :
ü      Drs. O.P. SIMORANGKIR : etika atau etik sebagai pandangan manusia dalam berprilaku menurut ukuran dan nilai yang baik.
ü      Drs. Sidi Gajalba dalam sistematika filsafat : etika adalah teori tentang tingkah laku perbuatan manusia dipandang dari seg baik dan buruk, sejauh yang dapat ditentukan oleh akal.
ü      Drs. H. Burhanudin Salam : etika adalah cabang filsafat yang berbicara mengenai nilai dan norma moral yang menentukan prilaku manusia dalam hidupnya.
Etika dalam perkembangannya sangat mempengaruhi kehidupan manusia. Etika memberi manusia orientasi bagaimana ia menjalani hidupnya melalui rangkaian tindakan sehari-hari. Itu berarti etika membantu manusia untuk mengambil sikap dan bertindak secara tepat dalam menjalani hidup ini. Etika pada akhirnya membantu kita untuk mengambil keputusan tentang tindakan apa yang perlu kita lakukan dan yang pelru kita pahami bersama bahwa etika ini dapat diterapkan dalam segala aspek atau sisi kehidupan kita, dengan demikian etika ini dapat dibagi menjadi beberapa bagian sesuai dengan aspek atau sisi kehidupan manusianya.
Ada dua macam etika yang harus kita pahami bersama dalam menentukan baik dan buruknya prilaku manusia :
1.      Etika Deskriptif, yaitu etika yang berusaha meneropong secara kritis dan rasional sikap dan prilaku manusia dan apa yang dikejar oleh manusia dalam hidup ini sebagai sesuatu yang bernilai. Etika deskriptif memberikan fakta sebagai dasar untuk mengambil keputusan tentang prilaku atau sikap yang mau diambil.
2.      Etika Normatif, yaitu etika yang berusaha menetapkan berbagai sikap dan pola prilaku ideal yang seharusnya dimiliki oleh manusia dalam hidup ini sebagai sesuatu yang bernilai. Etika normatif memberi penilaian sekaligus memberi norma sebagai dasar dan kerangka tindakan yang akan diputuskan.
Etika normatif dapat dibagi menjadi :
a.       Etika Umum, berbicara mengenai kondisi-kondisi dasar bagaimana manusia bertindak secara etis, bagaimana manusia mengambil keputusan etis, teori-teori etika dan prinsip-prinsip moral dasar yang menjadi pegangan bagi manusia dalam bertindak serta tolak ukur dalam menilai baik atau buruknya suatu tindakan. Etika umum dapat di analogkan dengan ilmu pengetahuan, yang membahas mengenai pengertian umum dan teori-teori.
b.      Etika Khusus, merupakan penerapan prinsip-prinsip moral dasar dalam bidang kehidupan yang khusus. Penerapan ini bisa berwujud : Bagaimana saya mengambil keputusan dan bertindak dalam bidang kehidupan dan kegiatan khusus yang saya lakukan, yang didasari oleh cara, teori dan prinsip-prinsip moral dasar. Namun, penerapan itu dapat juga berwujud : Bagaimana saya menilai perilaku saya dan orang lain dalam bidang kegiatan dan kehidupan khusus yang dilatarbelakangi oleh kondisi yang memungkinkan manusia bertindak etis : cara bagaimana manusia mengambil suatu keputusan atau tidanakn, dan teori serta prinsip moral dasar yang ada dibaliknya.
Etika Khusus dibagi lagi menjadi dua bagian :
a.       Etika individual
b.      Etika Sosial




BAB II
ETIKA SOSIAL
Etika sosial, yaitu berbicara mengenai kewajiban, sikap dan pola perilaku manusia sebagai anggota umat manusia. Perlu diperhatikan bahwa etika individual dan etika sosial tidak dapat dipisahkan satu sama lain dengan tajam, karena kewajiban manusia terhadap diri sendiri dan sebagai anggota umat manusia saling berkaitan.
Etika sosial menyangkut hubungan manusia dengan manusia baik secara langsung maupun secara kelembagaan (keluarga, masyarakat, negara), sikap kritis terhadpa pandangan-pandangana dunia dan idiologi-idiologi maupun tanggung jawab umat manusia terhadap lingkungan hidup. Dengan demikian luasnya lingkup dari etika sosial, maka etika sosial ini terbagi atau terpecah menjadi banyak bagian atau bidang. Dan pembahasan bidang yang paling aktual saat ini adalah sebagai berikut :
1        Etika  keluarga
a)      Etika suami istri
b)      Etika anak terhadap orang tua
2        Etika pendidikan
a)      Etika dosen
b)      Etika pegawai administrasi
c)      Etika mahasiswa
3        Etika bisnis
4        Etika lingkungan
5        Etika kedokteran
6        Etika jurnalistik
7        Etika seksual
8        Etika politik



2.1  ETIKA  KELUARGA
Etika keluarga adalah sikap atau perilaku yang baik dalam hubungan keluarga baik antara suami dengan istri maupun anak dengan orang tua atau sebaliknya.
2.1.1        Etika suami Istri
Hak-hak ini, sebagian sama di antara suami-istri dan sebagiannya tidak sama. Hak-hak yang sama di antara suarni-istri adalah sebagian berikut:
1.      Masing-masing suami-istri harus bersikap amanah terhadap pasangannya, dan tidak mengkhianatinya sedikit atau banyak, karena suami istri adalah laksana dua mitra di mana pada keduanya harus ada sifat amanah, saling menasihati, jujur, dan ikhlas dalam semua urusan pribadi keduanya, dan urusan umum keduanya.
2.      Masing-masing suami-istri harus memberikan cinta kasih yang tulus kepada pasangannya sepanjang hidupnya
3.      Masing-masing suami-istri harus mempercayai pasangannya, dan tidak boleh meragukan kejujurannya, nasihatnya, dan keikhlasannya.

Adapun hak-hak khusus, dan etika-etika yang harus dikerjakan masing-masing suami-istri terhadap pasangannya adalah sebagai berikut:

Hak-hak Istri atas Suami
Terhadap istrinya, seorang suami harus menjalankan etika-etika berikut ini:
1.      Memperlakukannya dengan baik.  Artinya Ia memberi istrinya makan jika ia makan, memberinya pakaian jika ia berpakaian, dan mendidiknya jika ia khawatir istrinya membangkang dengan menasihatinya tanpa mencaci-maki atau menjelek-jelekkannya.
2.      Memberikan perlindungan yang memadai kepadanya dengan tidak mengizinkannya merusak akhlak atau agamanya, dan tidak membuka kesempatan baginya untuk menjadi wanita fasik terhadap perintah Tuhan.
3.      Tidak membuka rahasia istrinya dan, sebab ia orang yang diberi kepercayaan terhadapnya, dituntut menjaga, dan melindunginya.

Hak-hak Suami atas Istri
Terhadap suaminya, seorang istri harus menjalankan etika-etika berikut ini:
1.      Menjaga kehormatan suaminya, kemuliaanya, hartanya, anak-anaknya, dan urusan rumah tangga lainnya
2.1.2        Etika Anak Terhadap orang Tua
Seorang anak harus menghormati orang tua, berbakti kepada orang tua dan taat pada orang tua. Karna orang tua kita telah melahirkan, membesarkan kita dari kecil hngga dewasa yang penuh kasih saying.  Bahkan orang tua kita sudah memberikan segala-galanya tanpa pamrih kepada ank-anaknya tanpa mengharapkan imbalan dari anaknya.  Orang tua menyayangi anaknya melebihi dirinya. 
            Kewajiban seorang anak hanya membalasnya dengan tingkah dan sikap anak yang baik terhadap orang tua, membahagiakan atau membanggakan orang tua melalui prestasi dan keberhasilan anak.  Orang tua bukan berarti hanya kedua orang tua yang melahirkan kita. Tetapi orang tua yang dimaksud disini adalah orang yang lebih tua dari kita haruslah bersikap baik dengannya.  Selain kewajiban anak terhadap orang tua, anak juga mempunyai hak terhadap orang tua, yaitu: mendapatkan kasih sayang, perhatian, bimbingan dan kehidupan yang layak.

2.2  ETIKA PENDIDIKAN
Etika Pendidikan adalah sikap atau tingkah laku untuk mempengaruhi pembinaan dan pembentukkan kepribadian, termasuk perubahan perilaku, karena itu pendidikan selalu melibatkan dimensi social.




2.2.1        Etika Dosen

1.      Etika Dosen bertujuan untuk:
·        membentuk citra dosen yang dapat dijadikan teladan dalam memasuki lingkungan masyarakat modern dan profesional.
·        membentuk citra dosen sebagai figur yang memiliki integritas intelektual dan terbuka terhadap perubahan.
·        membentuk citra dunia civitas akademika yang peduli terhadap lingkungan, kesehatan, dan waktu.
·         membuat citra profesional dalam penyelenggaraan pendidikan.

2.      Butir-butir Aturan Tentang Etika

·        Busana
a.       pakaian dosen sopan dan disesuaikan dengan peran dan lingkungan.
b.      pakaian dosen di kantor dan di kelas/ruang kuliah adalah pakaian formal.
c.       pakaian dosen di luar kelas, dalam peran sebagai utusan fakultas/universitas untuk menghadiri undangan resmi adalah pakaian formal dan disesuaikan dengan syarat/permintaan pengundang.
d.      pakaian dosen untuk acara yudisium sarjana adalah pakaian bebas rapi.
·        Waktu
a.       Dosen melakukan tatap muka dikelas setiap kali pertemuan sesuai dengan jadwal perkuliahan.
b.      Dosen memulai dan mengakhiri tatap muka di kelas tepat waktu.
c.       Dosen memenuhi komitmen waktu yang telah dijanjikan kepada mahasiswa baik dalam memberikan layanan di luar acara tatap muka di kelas maupun dalam bimbingan skripsi dan bimbingan akademik.
d.      Dosen memenuhi jam kerja yang telah ditentukan.



·     Interaksi

a.       Dosen terbuka untuk menerima pernyataan dari mahasiswa mengenai pelajaran yang diasuhnya dan siap membantu mahasiswa yang mengajukan pertanyaan di kelas maupun di tempat lain.
b.      Dosen terbuka dan berani menerima perbedaan pendapat yang menyangkut ilmu pengetahuan dengan mahasiswa mengingat ilmu pengetahuan senantiasa berubah dan berkembang.
c.       Dosen memiliki integritas dan dedikasi tinggi dalam mengevaluasi hasil ujian dan bentuk penugasan lain dalam memenuhi komitmen yang telah disusun dalam silabus.
d.      Dosen Pembimbing Akademik wajib memberikan bimbingan kepada mahasiswa bimbingan.
e.       Dosen senantiasa berusaha meningkatkan mutu dunia akademis melalui proses belajar mengajar, penelitian dan kepedulian sosial dalam bentuk pengabdian kepada masyarakat.
f.        Dosen bebas menyampaikan pendapat sesuai dengan kebebasan akademik dan mimbar akademik.

·     Lingkungan

a.       Dosen memiliki kepedulian terhadap kebersihan dan kesehatan lingkungan.
b.      Dosen tidak merokok dalam ruangan kelas dan ruangan kantor di lingkungan Fakultas/Kampus.
c.       Dalam menggunakan telpon fakultas, dosen berbicara seperlunya, dan menggunakan air, listrik sehemat mungkin.

2.2.2        Etika Pegawai Administrasi
1.      Etika Pegawai Administrasi bertujuan:
a.       membentuk citra pegawai yang dapat dijadikan teladan dalam memasuki lingkungan masyarakat modern dan profesional.
b.      membentuk citra lingkungan civitas akademika yang peduli terhadap lingkungan, kesehatan dan waktu.
c.       membentuk citra profesional dalam penyelenggaraan pendidikan.
2.  Butir-Butir Aturan tentang Etika
·     Busana
a.       pakaian pegawai sopan dan disesuaikan dengan peran dan lingkungan.
b.      pakaian pegawai kantor adalah pakaian formal.
c.       pakaian pegawai di luar kantor dalam peran sebagai utusan fakultas untuk menghadiri undangan resmi adalah pakaian formal (PSH) atau disesuaikan dengan syarat/permintaan pengundang.

·  Waktu
a.       pegawai mempunyai komitmen tinggi terhadap waktu
b.      pegawai masuk dan pulang kerja tepat sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan.
c.        pegawai memenuhi komitmen waktu yang telah dijanjikan dan memberikan layanan kepada pengguna jasa fakultas.
d.      pegawai memberitahukan sebelumnya untuk pembatalan komitmen waktu yang telah dijanjikan dalam memberikan layanan kepada mahasiswa.
e.       pegawai senantiasa berusaha meningkatkan mutu pelayanan jasanya sebagai perwujudan tanggungjawabnya.
·  Lingkungan
a.       pegawai memilik kepedulian terhadap kebersihan dan kesehatan lingkungan.
b.      pegawai tidak merokok dalam ruangan kelas dan ruangan kantor di lingkungan fakultas/kampus.
c.       dalam menggunakan telpon fakultas, pegawai berbicara seperlunya, dan menggunakan air, listrik sehemat mungkin.


2.2.3        Etika Mahasiswa
1.      Etika Mahasiswa bertujuan:
a.     Membentuk citra mahasiswa sebagai manusia yang unggul secara intelektual.
b.     Membentuk citra mahasiswa sebagai figur yang memiliki integritas intelektual, profesional, dan terbuka terhadap perubahan.
c.     Membentuk citra mahasiswa yang santun, peduli terhadap lingkungan kesehatan dan waktu.
2.  Butir-Butir Aturan tentang Etika
·  Busana
a.       pakaian mahasiwa harus sopan dan disesuaikan dengan peran dan lingkungan.
b.      mahasiswa di kampus dalam proses belajar mengajar (kuliah, laboratorium, di perpustakaan, ujian, konsultasi dengan dosen pembimbing dan kegiatan akademilainnya), dilarang memakai t-shirt tanpa leher, celana pendek, celana panjang robek, sandal atau tanpa alas kaki.
c.       pakaian mahasiswa di kampus untuk acara di luar proses belajar mengajar disesuaikan dengan persyaratan yang umum dalam acara tersebut.
d.      pakaian mahasiswa di luar kampus dalam peran sebagai utusan Fakultas untuk menghadiri undangan resmi adalah jaket almamater dengan rok yang sopan (bagi wanita) atau celana panjang (bagi pria) dan bersepatu serta disesuaikan dengan syarat/permintaan pengundang.
e.        pakaian mahasiswa untuk ujian skripsi dan yudisium adalah : kemeja putih lengan panjang, celana panjang hitam (pria), rok hitam (wanita), dasi hitam (pria), dan dasi kupu-kupu hitam (wanita).
f.        pakaian mahasiswa untuk menghadiri upacara nasional adalah jaket almamater dengan rok yang sopan (bagi wanita) atau celana panjang (bagi pria).

·        Waktu
a.       mahasiswa mempunyai komitmen tinggi terhadap waktu.
b.      mahasiswa mengikuti tatap muka di kelas secara teratur sesuai dengan jadwal tatap muka yang ditetapkan.
c.       mahasiswa memenuhi komitmen waktu yang telah dijanjikan kepada dosen, baik dalam konsultasi dengan dosen di luar acara tatap muka di kelas maupun dalam proses bimbingan skripsi dan bimbingan akademik.
d.      Mahasiswa menghargai dosen atau mahasiswa lain dengan memberitahukan sebelumnya untuk pembatalan komitmen waktu yang telah dijanjikan sebelumnya.

·        Interaksi
a.       mahasiswa berani mengemukakan pendapat dan siap menerima pendapat orang lain dalam proses belajar mengajar.
b.      mahasiswa mempunyai tanggungjawab untuk mengerjakan tugas-tugas yang dibebankan dosen dalam proses belajar mengajar sesuai dengan silabus.
c.       Mahasiswa tidak menggunakan telephone genggam (HP) pada waktu mengikuti kegiatan pembelajaran maupun kegiatan resmi lainnya.

·        Lingkungan
a.       mahasiswa memiliki kepedulian terhadap kebersihan kesehatan lingkungan.
b.      mahasiswa tidak merokok dalam ruangan kelas dan ruangan kantor di lingkungan fakultas/kampus.
c.       dalam menggunakan telpon fakultas, mahasiswa berbicara seperlunya, dan menggunakan air, listrik sehemat mungkin.



2.3  ETIKA BISNIS
Etika bisnis adalah Suatu sikap yang baik yang harus dilaksanakan dalam hubungan bisnis/jalannya bisnis atau dapat juga dikatakan suatu aturan yang harus dijalankan dalam pebisnis atau praktisi bisnis yang melakukan kegiatan bisnis pada jalan yang benar di dunia bisnis sesuai dengan aturan yang berlaku.
Berbicara tentang moral sangat erat kaitannya dengan pembicaraan agama dan budaya, artinya kaidah-kaidah dari moral pelaku bisnis sangat dipengaruhi oleh ajaran serta budaya yang dimiliki oleh pelaku-pelaku bisnis sendiri. Setiap agama mengajarkan pada umatnya untuk memiliki moral yang terpuji, apakah itu dalam kegiatan mendapatkan keuntungan dalam ber-"bisnis". Jadi, moral sudah jelas merupakan suatu yang terpuji dan pasti memberikan dampak positif bagi kedua belah pihak. Umpamanya, dalam melakukan transaksi, jika dilakukan dengan jujur dan konsekwen, jelas kedua belah pihak akan merasa puas dan memperoleh kepercayaan satu sama lain, yang pada akhirnya akan terjalin kerja sama yang erat saling menguntungkan.
Moral dan bisnis perlu terus ada agar terdapat dunia bisnis yang benar-benar menjamin tingkat kepuasan, baik pada konsumen maupun produsen.
Moral lahir dari orang yang memiliki dan mengetahui ajaran agama dan budaya. Agama telah mengatur seseorang dalam melakukan hubungan dengan orang sehingga dapat dinyatakan bahwa orang yang mendasarkan bisnisnya pada agama akan memiliki moral yang terpuji dalam melakukan bisnis. Berdasarkan ini sebenarnya moral dalam berbisnis tidak akan bisa ditentukan dalam bentuk suatu peraturan yang ditetapkan oleh pihak-pihak tertentu. Moral harus tumbuh dari diri seseorang dengan pengetahuan ajaran agama yang dianut budaya dan dimiliki harus mampu diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari
Apabila moral merupakan sesuatu yang mendorong orang untuk melakukan kebaikan etika bertindak sebagai rambu-rambu yang merupakan kesepakatan secara rela dari semua anggota suatu kelompok. Dunia bisnis yang bermoral akan mampu mengembangkan etika yang menjamin kegiatan bisnis yang seimbang, selaras, dan serasi.
Etika sebagai rambu-rambu dalam suatu kelompok masyarakat akan dapat membimbing dan mengingatkan anggotanya kepada suatu tindakan yang terpuji yang harus selalu dipatuhi dan dilaksanakan. Etika di dalam bisnis sudah tentu harus disepakati oleh orang-orang yang berada dalam kelompok bisnis serta kelompok yang terkait lainnya.
Dunia bisnis, yang tidak ada menyangkut hubungan antara pengusaha dengan pengusaha, tetapi mempunyai kaitan secara nasional bahkan internasional. Tentu dalam hal ini, untuk mewujudkan etika dalam berbisnis perlu pembicaraan yang transparan antara semua pihak, baik pengusaha, pemerintah, masyarakat maupun bangsa lain agar jangan hanya satu pihak saja yang menjalankan etika sementara pihak lain berpijak kepada apa yang mereka inginkan. Artinya kalau ada pihak terkait yang tidak mengetahui dan menyetujui adanya etika moral dan etika, jelas apa yang disepakati oleh kalangan bisnis tadi tidak akan pernah bisa diwujudkan. Jadi, jelas untuk menghasilkan suatu etika didalam berbisnis yang menjamin adanya kepedulian antara satu pihak dan pihak lain tidak perlu pembicaraan yang bersifat global yang mengarah kepada suatu aturan yang tidak merugikan siapapun dalam perekonomian.
Dalam menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain ialah

1. Pengendalian diri
Artinya, pelaku-pelaku bisnis dan pihak yang terkait mampu mengendalikan diri mereka masing-masing untuk tidak memperoleh apapun dari siapapun dan dalam bentuk apapun. Disamping itu, pelaku bisnis sendiri tidak mendapatkan keuntungan dengan jalan main curang dan menekan pihak lain dan menggunakan keuntungan dengan jalan main curang dan menakan pihak lain dan menggunakan keuntungan tersebut walaupun keuntungan itu merupakan hak bagi pelaku bisnis, tetapi penggunaannya juga harus memperhatikan kondisi masyarakat sekitarnya.

2. Pengembangan tanggung jawab sosial (social responsibility)
Pelaku bisnis disini dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat, bukan hanya dalam bentuk "uang" dengan jalan memberikan sumbangan, melainkan lebih kompleks lagi.

3. Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh pesatnya perkembangan informasi dan teknologi
Bukan berarti etika bisnis anti perkembangan informasi dan teknologi, tetapi informasi dan teknologi itu harus dimanfaatkan untuk meningkatkan kepedulian bagi golongan yang lemah dan tidak kehilangan budaya yang dimiliki akibat adanya tranformasi informasi dan teknologi.



4. Menciptakan persaingan yang sehat
Persaingan dalam dunia bisnis perlu untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas, tetapi persaingan tersebut tidak mematikan yang lemah, dan sebaliknya, harus terdapat jalinan yang erat antara pelaku bisnis besar dan golongan menengah kebawah, sehingga dengan perkembangannya perusahaan besar mampu memberikan spread effect terhadap perkembangan sekitarnya. Untuk itu dalam menciptakan persaingan perlu ada kekuatan-kekuatan yang seimbang dalam dunia bisnis tersebut.

5. Menerapkan konsep “pembangunan berkelanjutan"
Dunia bisnis seharusnya tidak memikirkan keuntungan hanya pada saat sekarang, tetapi perlu memikirkan bagaimana dengan keadaan dimasa mendatang. Berdasarkan ini jelas pelaku bisnis dituntut tidak meng-"ekspoitasi" lingkungan dan keadaan saat sekarang semaksimal mungkin tanpa mempertimbangkan lingkungan dan keadaan dimasa datang walaupun saat sekarang merupakan kesempatan untuk memperoleh keuntungan besar.

6. Menghindari sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi dan Komisi)
Jika pelaku bisnis sudah mampu menghindari sikap seperti ini, kita yakin tidak akan terjadi lagi apa yang dinamakan dengan korupsi, manipulasi dan segala bentuk permainan curang dalam dunia bisnis ataupun berbagai kasus yang mencemarkan nama bangsa dan negara.
7. Mampu menyatakan yang benar itu benar
Artinya, kalau pelaku bisnis itu memang tidak wajar untuk menerima kredit (sebagai contoh) karena persyaratan tidak bisa dipenuhi, jangan menggunakan "katabelece" dari "koneksi" serta melakukan "kongkalikong" dengan data yang salah. Juga jangan memaksa diri untuk mengadakan “kolusi" serta memberikan "komisi" kepada pihak yang terkait.

8. Menumbuhkan sikap saling percaya antara golongan pengusaha kuat dan golongan pengusaha kebawah
Untuk menciptakan kondisi bisnis yang "kondusif" harus ada saling percaya (trust) antara golongan pengusaha kuat dengan golongan pengusaha lemah agar pengusaha lemah mampu berkembang bersama dengan pengusaha lainnya yang sudah besar dan mapan. Yang selama ini kepercayaan itu hanya ada antara pihak golongan kuat, saat sekarang sudah waktunya memberikan kesempatan kepada pihak menengah untuk berkembang dan berkiprah dalam dunia bisnis.

9. Konsekuen dan konsisten dengan aturan main yang telah disepakati bersama
Semua konsep etika bisnis yang telah ditentukan tidak akan dapat terlaksana apabila setiap orang tidak mau konsekuen dan konsisten dengan etika tersebut.

10. Menumbuhkembangkan kesadaran dan rasa memiliki terhadap apa yang telah disepakati
Jika etika ini telah memiliki oleh semua pihak, jelas semua memberikan suatu ketentraman dan kenyamanan dalam berbisnis.

11. Perlu adanya sebagian etika bisnis yang dituangkan dalam suatu hukum positif yang berupa peraturan perundang-undangan
Hal ini untuk menjamin kepastian hukum dari etika bisnis tersebut, seperti "proteksi" terhadap pengusaha lemah. Kebutuhan tenaga dunia bisnis yang bermoral dan beretika saat sekarang ini sudah dirasakan dan sangat diharapkan semua pihak apalagi dengan semakin pesatnya perkembangan globalisasi dimuka bumi ini.

2.4  ETIKA LINGKUNGAN
Kerusakan lingkungan menghadirkan persoalan etika yang rumit. Karena meskipun pada dasarnya alam sendiri sudah diakui sungguh memiliki nilai dan berharga, tetapi kenyataannya terus terjadi pencemaran dan perusakan. Keadaan ini memunculkan banyak pertanyaan. Apakah manusia sudah melupakan hal-hal ini atau manusia sudah kehilangan rasa cinta pada alam? Bagaimanakah sesungguhnya manusia memahami alam dan bagaimana cara menggunakannya?
 
Perhatian kita pada isu lingkungan ini juga memunculkan pertanyaan tentang bagaimana keterkaitan dan relasi kita dengan generasi yang akan datang. Kita juga diajak berpikir  kedepan. Bagaimana situasi alam atau lingkungan di masa yang akan datang? Kita akan menyadari bahwa relasi kita dengan generasi akan datang, yang memang tidak bisa timbal balik. Karenanya ada teori etika lingkungan yang secara khusus memberi bobot pertimbangan pada kepentingan generasi mendatang dalam membahas isu lingkungan ini. Para penganut utilitirianisme, secara khusus, memandang generasi yang akan datang dipengaruhi oleh apa yang kita lakukan sekarang. Apapun yang kita lakukan pada alam akan mempengaruhi mereka. Pernyataan ini turut memunculkan beberapa pandangan tentang etika lingkungan dengan kekhususannya dalam pendekatannya terhadap alam dan lingkungan.
 
Etika Lingkungan disebut juga Etika Ekologi. Etika Ekologi selanjutnya dibedakan menjadi dua  yaitu etika ekologi dalam dan etika ekologi dangkal. Selain itu etika lingkungan juga dibedakan lagi sebagai etika pelestarian dan etika pemeliharaan. Etika pelestarian adalah etika yang menekankan pada mengusahakan pelestarian alam untuk kepentingan manusia, sedangkan etika pemeliharaan dimaksudkan untuk mendukung usaha pemeliharaan lingkungan untuk kepentingan semua mahluk.
 
Yang dimaksud Etika ekologi dalam adalah pendekatan terhadap lingkungan yang melihat pentingnya memahami lingkungan sebagai keseluruhan kehidupan yang saling menopang, sehingga semua unsur mempunyai arti dan makna yang sama. Etika Ekologi ini memiliki prinsip yaitu bahwa semua bentuk kehidupan memiliki nilai bawaan dan karena itu memiliki hak untuk menuntut penghargaan karena harga diri, hak untuk hidup dan hak untuk berkembang. Premisnya adalah bahwa lingkungan moral harus melampaui spesies manusia dengan memasukkan komunitas yang lebih luas. Komunitas yang lebih luas disini maksudnya adalah komunitas yang menyertakan binatang dan tumbuhan serta alam.
 
Sedangkan Etika ekologi dangkal adalah pendekatan terhadap lingkungan yang menekankan bahwa lingkungan sebagai sarana untuk kepentingan manusia, yang bersifat antroposentris. Etika ekologi dangkal ini biasanya diterapkan pada filsafat rasionalisme dan humanisme serta ilmu pengetahuan mekanistik yang kemudian diikuti dan dianut oleh banyak ahli lingkungan. Kebanyakan para ahli lingkungan ini memiliki pandangan bahwa alam bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia.

Etika Ekologi Dangkal
Etika ini dapat digolongkan menjadi dua yaitu etika antroposentris yang menekankan segi estetika dari alam dan etika antroposentris yang mengutamakan kepentingan generasi penerus. Etika ekologi dangkal yang berkaitan dengan kepentingan estetika didukung oleh dua tokohnya yaitu Eugene Hargrove dan Mark Sagoff. Menurut mereka etika lingkungan harus dicari pada aneka kepentingan manusia, secara khusus kepentingan estetika. Sedangkan etika antroposentris yang mementingkan kesejahteraan generasi penerus mendasarkan pada perlindungan atau konservasi alam yang ditujukan untuk generasi penerus manusia.   
 
Etika yang antroposentris ini memahami bahwa alam merupakan sumber hidup manusia. Etika ini menekankan hal-hal berikut ini :
1.   Manusia terpisah dari alam,
2.  Mengutamakan hak-hak manusia atas alam tetapi tidak menekankan tanggung jawab manusia.
3.   Mengutamakan perasaan manusia sebagai pusat keprihatinannya
4.   Kebijakan dan manajemen sunber daya alam untuk kepentingan manusia
5.   Norma utama adalah untung rugi.
6.   Mengutamakan rencana jangka pendek.
7.   Pemecahan krisis ekologis melalui pengaturan jumlah penduduk khususnya dinegara miskin
8.   Menerima secara positif pertumbuhan ekonomi
 
Etika Ekologi Dalam
Bagi etika ekologi dalam, alam memiliki fungsi sebagai penopang kehidupan. Untuk itu lingkungan patut dihargai dan  diperlakukan dengan cara yang baik. Etika ini juga disebut etika lingkungan ekstensionisme dan etika lingkungan preservasi. Etika ini menekankan pemeliharaan alam bukan hanya demi manusia tetapi juga demi alam itu sendiri. Karena alam disadari sebagai penopang kehidupan manusia dan seluruh ciptaan. Untuk itu manusia dipanggil untuk memelihara alam demi kepentingan bersama.

2.5  ETIKA KEDOKTERAN
Di dalam praktek kedokteran terdapat aspek etik dan aspek hukum yang sangat luas, yang sering tumpang-tindih pada suatu issue tertentu, seperti pada informed consent, wajib simpan rahasia kedokteran, profesionalisme dan lain-lain.  Bahkan di dalam praktek kedokteran, aspek etik seringkali tidak dapat dipisahkan dari aspek hukumnya, oleh karena banyaknya norma etik yang telah diangkat menjadi norma hukum, atau sebaliknya norma hukum yang mengandung nilai-nilai etika.
Aspek etik kedokteran yang mencantumkan juga kewajiban memenuhi standar profesi mengakibatkan penilaian perilaku etik seseorang dokter yang diadukan tidak dapat dipisahkan dengan penilaian perilaku profesinya. Etik yang memiliki sanksi moral dipaksa berbaur dengan keprofesian yang memiliki sanksi disiplin profesi yang bersifat administratif.
Keadaan menjadi semakin sulit sejak para ahli hukum menganggap bahwa standar prosedur dan standar pelayanan medis dianggap sebagai domain hukum, padahal selama ini profesi menganggap bahwa memenuhi standar profesi adalah bagian dari sikap etis dan sikap profesional. Dengan demikian pelanggaran standar profesi dapat dinilai sebagai pelanggaran etik dan juga sekaligus pelanggaran hukum.
Kemungkinan terjadinya peningkatan ketidakpuasan pasien terhadap layanan dokter atau rumah sakit atau tenaga kesehatan lainnya dapat terjadi sebagai akibat dari
a.       semakin tinggi pendidikan rata-rata masyarakat sehingga membuat mereka lebih tahu tentang haknya dan lebih asertif,
b.      semakin tingginya harapan masyarakat kepada layanan kedokteran sebagai hasil dari luasnya arus informasi,
c.       komersialisasi dan tingginya biaya layanan kedokteran dan kesehatan sehingga masyarakat semakin tidak toleran terhadap layanan yang tidak sempurna, dan
d.      provokasi oleh ahli hukum dan oleh tenaga kesehatan sendiri.
Etik Profesi Kedokteran
Etik profesi kedokteran mulai dikenal sejak 1800 tahun sebelum Masehi dalam bentuk Code of Hammurabi dan Code of Hittites, yang penegakannya dilaksanakan oleh penguasa pada waktu itu. Selanjutnya etik kedokteran muncul dalam bentuk lain, yaitu dalam bentuk sumpah dokter yang bunyinya bermacam-macam, tetapi yang paling banyak dikenal adalah sumpah Hippocrates yang hidup sekitar 460-370 tahun SM. Sumpah tersebut berisikan kewajiban-kewajiban dokter dalam berperilaku dan bersikap, atau semacam code of conduct bagi dokter.
Selain Kode Etik Profesi di atas, praktek kedokteran juga berpegang kepada prinsip-prinsip moral kedokteran, prinsip-prinsip moral yang dijadikan arahan dalam membuat keputusan dan bertindak, arahan dalam menilai baik-buruknya atau benar-salahnya suatu keputusan atau tindakan medis dilihat dari segi moral. Pengetahuan etika ini dalam perkembangannya kemudian disebut sebagai etika biomedis. Etika biomedis memberi pedoman bagi para tenaga medis dalam membuat keputusan klinis yang etis (clinical ethics) dan pedoman dalam melakukan penelitian di bidang medis.
Nilai-nilai materialisme yang dianut masyarakat harus dapat dibendung dengan memberikan latihan dan teladan yang menunjukkan sikap etis dan profesional dokter, seperti autonomy (menghormati hak pasien, terutama hak dalam memperoleh informasi dan hak membuat keputusan tentang apa yang akan dilakukan terhadap dirinya), beneficence (melakukan tindakan untuk kebaikan pasien), non maleficence (tidak melakukan perbuatan yang memperburuk pasien) dan justice (bersikap adil dan jujur), serta sikap altruisme (pengabdian profesi).
Pendidikan etik kedokteran, yang mengajarkan tentang etik profesi dan prinsip moral kedokteran, dianjurkan dimulai dini sejak tahun pertama pendidikan kedokteran, dengan memberikan lebih ke arah tools dalam membuat keputusan etik, memberikan banyak latihan, dan lebih banyak dipaparkan dalam berbagai situasi-kondisi etik-klinik tertentu (clinical ethics), sehingga cara berpikir etis tersebut diharapkan menjadi bagian pertimbangan dari pembuatan keputusan medis sehari-hari. Tentu saja kita pahami bahwa pendidikan etik belum tentu dapat mengubah perilaku etis seseorang, terutama apabila teladan yang diberikan para seniornya bertolak belakang dengan situasi ideal dalam pendidikan.
2.6  ETIKA JURNALISTIK
Etika jurnalistik adalah standar aturan perilaku dan moral, yang mengikat para jurnalis dalam melaksanakan pekerjaannya.Etika jurnalistik ini penting. Pentingnya bukan hanya untuk memelihara dan menjaga standar kualitas pekerjaan si jurnalis bersangkutan, tetapi juga untuk melindungi atau menghindarkan khalayak masyarakat dari kemungkinan dampak yang merugikan dari tindakan atau perilaku keliru dari si jurnalis bersangkutan.  Selain organisasi profesi, institusi media tempat si jurnalis itu bekerja juga bisa merumuskan Kode Etik dan aturan perilaku (Code of Conduct) bagi para jurnalisnya.
Di Indonesia atau pun di berbagai negara lain, isi Kode Etik pada umumnya bersifat universal dan tak banyak berbeda. Tentu saja tidak akan ada Kode Etik yang membolehkan jurnalis menulis berita bohong atau tak sesuai dengan fakta, misalnya. Variasi kecil yang ada mungkin saja disebabkan perbedaan latar belakang budaya negara-negara bersangkutan. Untuk gambaran yang lebih jelas, sebagai contoh di sini disajikan Kode Etik AJI.  
Kode Etik Aliansi Jurnalis Independen (AJI)
  1. Jurnalis menghormati hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar.
  2. Jurnalis senantiasa mempertahankan prinsip-prinsip kebebasan dan keberimbangan dalam peliputan dan pemberitaan serta kritik dan komentar.
  3. Jurnalis memberi tempat bagi pihak yang kurang memiliki daya dan kesempatan untuk menyuarakan pendapatnya.
  4. Jurnalis hanya melaporkan fakta dan pendapat yang jelas sumbernya.
  5. Jurnalis tidak menyembunyikan informasi penting yang perlu diketahui masyarakat.
  6. Jurnalis menggunakan cara-cara yang etis untuk memperoleh berita, foto, dan dokumen.
  7. Jurnalis menghormati hak nara sumber untuk memberi informasi latar belakang, off the record, dan embargo.
  8. Jurnalis segera meralat setiap pemberitaan yang diketahuinya tidak akurat.
  9. Jurnalis menjaga kerahasiaan sumber informasi konfidensial, identitas korban kejahatan seksual, dan pelaku tindak pidana di bawah umur.
  10. Jurnalis menghindari kebencian, prasangka, sikap merendahkan, diskriminasi, dalam masalah suku, ras, bangsa, jenis kelamin, orientasi seksual, bahasa, agama, pandangan politik, cacat/sakit jasmani, cacat/sakit mental, atau latar belakang sosial lainnya.
  11. Jurnalis menghormati privasi seseorang, kecuali hal-hal itu bisa merugikan masyarakat.
  12. Jurnalis tidak menyajikan berita dengan mengumbar kecabulan, kekejaman, kekerasan fisik dan seksual.
  13. Jurnalis tidak memanfaatkan posisi dan informasi yang dimilikinya untuk mencari keuntungan pribadi.
  14. Jurnalis dilarang menerima sogokan.
  15. Jurnalis tidak dibenarkan menjiplak.
  16. Jurnalis menghindari fitnah dan pencemaran nama baik.
  17. Jurnalis menghindari setiap campur tangan pihak-pihak lain yang menghambat pelaksanaan prinsip-prinsip di atas.
  18. Kasus-kasus yang berhubungan dengan kode etik akan diselesaikan oleh Majelis Kode Etik.

2.7  ETIKA SEKSUAL
Dalam hal ini yang akan dibicarakan dalam makalah ini adalah masalah kebebasan seks. Kebebasan seks yang dominan disebut sikap seksual yang negatif sudah sekian lama menggerogoti moral dan nyawa masyarakat kita. Masyarakat seharusnya takut dengan berbagai macam penyakit psikosomatik dan penyakit rohani yang akan diderita akibat free seks ini.
Menurut dunia barat, memang free seks ini tidak seberapa dilarang. Malah sekarang dunia barat percaya akan keharusan menghormati dan membebaskan hawa nafsu seksual dengan jalan membuang kekangan-kekangan tradisional. Karena memang sudah barang kenyataan kalau orang barat itu lebih menyukai kebebasan seksual. Mereka menyatakan bahwa moralitas apa pun yang telah mereka warisi tidaklah membawa apa-apa selain konotasi religius. Mereka mengklaim bahwa moral-moral baru zaman sekarang ini bukan hanya didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan filosofis, tetapi juga dalam alasan ilmiah
Sungguh suatu perilaku yang lebih rendah daripada tingkah laku binatang. Manusia memang seperti itu. Disini, dapat diartikan juga bahwa anjuran pembebasan seksual manusia dari kekangan moral tradisional berarti pernyataan bahwa tidak ada sesuatu pun yang jelek, buruk, ataupun hina, yang dapat timbul dari seks. Anjuran ini tidak menerima pembatasan apa pun dalam seks selain dari batas alami seperti dalam hal makan dan minum, nafsu belaka.
Disiplin Seks Kebutuhan untuk memperluas dan mengkondisikan instink dan dorongan nafsu alami individu dengan cara yang lunak adalah kebutuhan yang pokok. Akan tetapi harus ada cara yang sehat, yang bnar secara moral dan agama. Yang tidak membuat makin banyak ketimpangan dan menimbulkan masalah sesudahnya. Sebenarnya kalau ingin menelaah masalah ‘siapa otak dibalik’ pencetus pembenaran kebebasan seks, adalah mudah.

2.8  ETIKA POLITIK
Secara subtantif pengertian etika politik tidak dapat dipisahkan dengan subyek sebagai pelaku etika yaitu manusia. Oleh karena itu etika politik berkait erat dengan bidang pembahasan moral. Hal ini berdasarkan kenyataan bahwa pengertian moral senantiasa menunjuk kepada manusia sebagai subyek etika. Maka kewajiban moral dibedakan dengan pengertian kewajiban-kewajiban lainya, karena yang dimaksud adalah kewajiban manusia sebagai manusia. Walaupun dalam hubunganya dengan masyarakat bangsa maupun negara, Etika politik tetap meletakkan dasar fundamental manusia sebagai manusia. Dasar ini lebih meneguhkan akar etika politik bahwa kebaikan senantiasa didasarkan kepada hakikat manusia sebagai makhluk yang beradab dan berbudaya. Berdasarkan suatu kenyataan bahwa masyarakat, bangsa maupun negara bisa berkembang kearah keadaan yang tidak baik dalam arti moral.  Aktualisasi etika politik harus senantiasa mendasarkan kepada ukuran harkat dan martabat manusia sebagai manusia, Sejak abad ke-17 filsafat mengembangkan pokok-pokok etika politik seperti :
1.      Perpisahan antara kekuasaan gereja dan kekuasaan negra (John Locke)
2.      Kebebasan berfikir dan beragama (Locke)
3.      Pembagian kekuasaan (Locke, Montesque)
4.      Kedaulatan rakyat (Roesseau)
5.      Negara hukum demokratis/repulikan (Kant)
6.      Hak-hak asasi manusia (Locke, dsb)
7.      Keadilan social


BAB III
STUDI KASUS

Apa yang membuat orang melaksanakan seks bebas?
Pada waktu yang sama kita juga pasti akan berpikiran bahwa kita harus menahan diri dari menggalakkan kebebasan seks tanpa kekangan.
Akan tetapi pada dasarnya yang melatar belakangi maraknya ‘free seks’ adalah orang-orang yang mempunyai pola pikir seperti berikut:
kebebasan harus dijamin setiap individu, selama ia tidak mengganggu kebebasan orang lain. 2. semua keinginan dan sikap seksual yang merupakan pembawaan haruslah dipupuk secara bebas dan diusahakan pemenuhannya tanpa halangan atau kekangan, karena menghalanginya akan membuat frustasi atau membawanya kepada kekacauan-kekacauan ego. 3. setiap dorongan alami akan mereda setelah dipenuhi, dan akan memberontak serta menimbulkan ekses-ekses bila dikenai kekangan moral yang negatif atau larangan yang salah pandang.
Para penganut seks bebas memberikan argumentasi bahwa ketidakstabilan emosi timbul karena diskriminasi di antara naluri-naluri alami dan dorongan-dorongan nafsu, sehingga hanya sebagian daripadanya saja yang dipenuhi sedang yang lainnya tetap mengalami frustasi. Mereka juga mengatakan bahwa pembebasan proses alamiah pemenuhan nafsu seksual juga akan mencegah kejahatan, keburukan dan pembalasan dendam yang menjadi ciri-ciri dari situasi yang melibatkan pembatasan-pembatasan moral.
Dalam memburu kebebasan seks mereka melakukan kesenangan-kesenangan yang tidak terbatas dalam eksperimentasi seksual dengan seseorang, bukan saja sebelum menikah tapi bahkan sesudahnya. Mereka (para pendukung free seks, pelaku free seks) menunjukkan bahwa dengan adanya sarana-sarana konstrasepsi yang murah dan cukup aman, kenikmatan seks dapat dianeka ragamkan tanpa perlu melibatkan resiko kehamilan, baik yang sah maupun tidak. Tindakan seperti ini sangat tidak memanusiakan manusia. Bahkan menghewankan manusia pun tidak.
Disiplin seks Kebutuhan untuk memperluas dan mengkondisikan instink dan dorongan nafsu alami individu dengan cara yang lunak adalah kebutuhan yang pokok. Akan tetapi harus ada cara yang sehat, yang bnar secara moral dan agama. Yang tidak membuat makin banyak ketimpangan dan menimbulkan masalah sesudahnya. Sebenarnya kalau ingin menelaah masalah ‘siapa otak dibalik’ pencetus pembenaran kebebasan seks, adalah mudah.
Hanya orang yang sakit saja yang membenarkan dan melegalkan seks bebas. Masalah pemuasan instink jasadi dan nafsu-nafsu yang spontan, dapat diserahkan saja kepada penilaian orang itu sendiri-sendiri. Karena hanya intelek manusia saja yang dapat mencegah setiap perkembangan instink yang tidak sehat



BAB IV
PENUTUP
4.1  Kesimpulan
Etika dan moralitas, sama berarti system nilai tentang bagaimana manusia harus hidup baik sebagai manusia yang telah diinstitusionalisasikan dalam sebuah kebiasaan yang kemudian terwujud dalam pola perilaku yang baik dan terulang dalam kurun waktu yang lama sebagaimana layaknya sebagai kebiasaan hidup yang benar, baik pada diri seseorang maupun pada suatu masyarakat atau kelompok masyarakat. Ini berarti berkaitan dengan nilai-nilai, tatacara hidup yang baik, aturan hidup yang baik dan segala kebiasaan yang dianut dan diwariskan dari satu orang ke orang lain atau dari satu generasi ke generasi yang lain.  Kebiasaan ini lau terungkap dalam perilaku berpola yang terus berulang sebagai sebuah kebiasaan.

4.2  Saran
Hendaklah etika maupun moral lebih ditingkatkan dalam kehidupan sehari-hari baik dalam lingkungan keluarga, Sosial maupun lingkungan bisnis.  Agar tecipta suatu ketentraman/kedamaian juga  hubungan yang baik dan harmonis antar individu.


3 komentar:

  1. Semua berita yang ada di website anda sangat menarik perhatian untuk di simak, salam sehat. . . !! Semoga beritanya dapat bermanfaat! share ya gan, thanks nih!!

    BalasHapus
  2. gan gak ada daftar pustakanya??

    BalasHapus